Gadai Hak Atas Tanah Akan Menjadi Batal Demi Hukum Apabila Tidak
Pengertian gadai tercantum didalam pasal 1150 KUHPerdata, gadai adalah
“suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu
barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau seorang
lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk
mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada
orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang
tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang
itu digadaikan, biaya biaya mana harus didahulukan”.
Istilah
lembaga hak jaminan “gadai” ini merupakan terjemahan kata pand atau vuispand (bahasa
jerman), dalam hukum adat istilah nya ini disebut dengan “cekelan”.
Lembaga jaminan gadai ini masih banyak dipergunakan di dalam praktek. Kedudukan
pemegang jaminan nya disini lebih kuat dari pemegang fidusia, karena benda
jaminan berada dalam pemegangan kreditor.
Gadai
yang pengertian dan persyaratannya sebagai pand merupakan
lembaga hak jaminan kebendaan bagi kebendaan bergerak yang diatur dalam KUHPer.
Perumusan gadai diberikan dalam pasal 1150 KUHPer yang berbunyi:
Gadai
adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak,
yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau seorang lain atas namanya,
dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil
pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang
lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang
telah dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, biaya
biaya mana harus didahulukan.
Dari
perumasan pasal 1150 KUHPer diatas dapat diketahui, bahwa itu merupakan suatu
hak jaminan kebendaan atas kebendaan bergerak tertentu milik debitur atau
seorang lain atas nama debitur untuk dijadikan sebagai jaminan pelunasan uang
tertentu, yang memberikan hak didahulukan (vooreng, preferensi) kepada pemegang
hak nya atas kreditor lainnya, setelah terlebih dahulu didahulukan dari biaya
untuk lelang dan biaya penyelamatan barang-barang nya yang diambil dari hasil
penjualan melalui pelelangan umum atas barang-barang yang digadaikan.
Berdasarkan
ketentuan dalam pasal 1150 KUHPer dan pasal-pasal lainnya dari KUHPer, dapat
disimpulkan sifat dan ciri-ciri yang melekat pada hak sebagai berikut;
1. Objek atau barang-barang
yang digadaikan adalah kebendaan yang bergerak, baik yang berwujud maupun tidak
berwujud (Pasal 1150, Pasal 1153 KUHPer).
2. Gadai merupakan hak
kebendaan atas kebendaan atau barang-barang yang bergerak milik seorang (Pasal
1152 ayat (3) juncto Pasal 528 KUHper).
3. Hak yang memberikan
kedudukan diutamakan (hak preferensi) kepada kreditor pemegang hak gadai (Pasal
1133, Pasal 1150 KUHPer).
4. Kebendaan atau
barang-barang yang digadaikan harus berada dibawah penguasaan kreditur pemegang
hak atau pihak ketiga untuk dan atas nama pemegang hak gadai (Pasal 1150, Pasal
1152 KUHPer).
5. Gadai bersifat accesoir
pada perjanjian pokok atau pendahuluan tertentu seperti perjanjian
pinjam-meminjam, utang-piutang, atau perjanjian kredit (Pasal 1150 KUHPer).
6. Gadai memiliki sifat tidak
dapat dibagi-bagi (ondeelbaar), yaitu membebani secara utuh objek kebendaan
atau barang-barang yang digadaikan dan setiap bagian daripadanya, dengan
ketentuan bahwa apabila telah dilunasi sebagian dari utang yang dijamin, maka
tidak berarti terbebasnya pula sebagian utangnya (Pasal 1160 KUHPer).
Namun sejak terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang berkaitan
dengan tanah. Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas
tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda
lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang
tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu
terhadap kreditor-kreditor lain.
Asas-asas hak tanggungan yakni:
1. Hak tanggungan bersifat memaksa.
Pembebanan
hak tanggungan sebagai sebuah jaminan atas tanah tidak bersifat memaksa, namun
setelah hak tanggungan ada, maka segala ketentuan dalam UUHT wajib
dilaksanakan. Pengingkaran atas ketentuan UUHT dapat menyebabkan HT tidak
berlaku.
2. Hak tanggungan dapat beralih atau dipindahkan.
Hak
tanggungan merupakan perjanjian assesoir yang mengikuti perjanjian pokok utang
piutang. Dan apabila piutang yang dijamian dengan HT tersebut beralih, maka HT
juga akan ikut beralih.
3. Hak tanggungan bersifat individualiteit.
Pasal
15 UUHT menentukan bahwa atas suatu objek HT dapat dibebani dengan lebih dari
satu HT untuk menjamin pelunasan lebih dari satu utang. Masing-masing HT
tersebut berdiri sendiri. Eksekusi atau hapusnya HT yang satu tidak berpengaruh
terhadap HT lainnya.
4. Hak tanggungan bersifat menyeluruh (totaliteit).
Pada
prinsipnya HT diberikan secara keseluruhan. Yaitu HT diberikan dengan segala
ikutannya, yang melekat dan menjadi satu kesatuan dengan bidang tanah yang
dijamin dengan HT. Maka eksekusi HT atas bidang tanah tersebut juga meliputi
segala ikutannya, yang melekat dan menjadi satu kesatuan dengan bidang tanah
yang dijaminkan atau diagunkan dengan HT tersebut.
5. Hak tanggungan tidak dapat dipisah-pisahkan (onsplitbaarheid).
Pembebanan
HT akan dilakukan terhadap bidang tanah tertentu beserta segala apa yang
melakat diatasnya.
6. Hak tanggungan berjenjang (ada prioritas yang satu
atas yang lainnya).
Seperti
telah disebutkan sebelumnya, bahwa atas satu bidang tanah dapat dikenakan
beberapa HT. Atas hak-hak tanggungan tersebut ditentukan peringkat berdasarkan
pendaftarannya. Apabila pendaftaran dilakukan secara bersamaan, maka peringkat
HT ditentukan berdasar saat pembuatan APHT.
7. Hak tanggungan harus diumumkan (asas publisitas).
Pendaftaran
yang dilakukan merupakan pemenuhan syarat publisitas, sebagaimana disyaratkan
dalam hukum kebendaan.
8. Hak tanggungan mengikuti bendanya (droit de suite).
Artinya
ketangan siapapun benda yang dimiliki beralih, pemilik dengan hak kebendaan
tersebut berhak untuk menuntutnya kembali, dengan atau tanpa disertai dengan
ganti rugi.
9. Hak tanggungan bersifat mendahulu (droit de preference)
HT
memberikan kedudukan istimewakepada kreditornya. Yaitu sebagai kreditor preferen
yang memberikan kedudukan istimewa untuk mendapatkan pelunasan piutangnya
terdahulu daripada kreditor lainnya. Hak tanggungan hanya semataditujukan bagi
pelunasan utang dengan cara menjual (sendiri) bidang tanah yang dijaminkan
dengan HT tersebut dan memperoleh pelunasan dari penjualan tersebut hingga
sejumlah nilai HT atau nilai piutang kreditor.
10. Hak tanggungan sebagai jura in re aliena (yang
terbatas)
Hak
tanggungan ini hanya bersifat perjanjian assesoir, yang merupakan perjanjian
tambahan/ ikutan dari perjanjian pokok utang piutang. Sifatnya terbatas pada
hal tersebut sebagai suatu bentuk jaminan.
Subjek hak tanggungan diatur dalam Pasal 8 sampai dengan
pasal 9 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah
Beserta Benda-Benda Yang berkaitan dengan tanah. Dalam kedua pasal tersebut
yang dapat menjadi subjek hukum adalah pemberi hak tanggungan dan pemegang hak
tanggungan keduanya dapat berupa perorangan dan badan hukum.
Pada dasarnya tidak semua dapat dijadikan objek hak tanggungan, tetapi
hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
1. Dapat dinilai dengan uang, karena utang yang
dijamin berupa uang;
2. Termasuk hak yang didaftar dalam daftar umum,
karena harus memenuhi syarat publisitas;
3. Mempunyai sifat dapat dipindah tangankan,
karena apabila debitur cidera janji benda yang dijadikan jaminan utang akan
dijual di muka umum; dan
4. Memerlukan penunjukan dengan undang-undang.
Ada 5 (lima)
jenis hak atas tanah yang dapat dijaminkan dengan hak tanggungan, yaitu:
1. Hak milik;
2. Hak Guna Bangunan;
3. Hak Guna Usaha;
4. Hak Pakai, baik hak milik maupun hak atas
Negara;
5. Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan
hasil karya yang telah ada atau aka nada merupakan satu kesatuan dengan tanah
tersebut dan merupakan hak milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya
dengan tegas dan dinyatakan di dalam akta pemberian hak atas tanah yang
bersangkutan.
Undang-undang Hak Tanggungan ini telah lama
ditunggu-tunggu oleh masyarakat, ketentuan-ketentuan tentang Hypoteek dan Credietverband tidak sesuai dengan asas-asas hukum tanah nasional
dan didalam kenyataannya tidak dapat menampung perkembangan yang terjadi dalam
bidang perkreditan dan hak jaminan sebagai akibat dari kemajuan perkembangan
ekonomi. Akibatnya adalah timbulnya perbedaan pandangan dan pernafsiran
mengenai berbagai masalah dan dalam pelaksanaan hukum jaminan atas tanah.
Misalnya, mengenai pencantuman titel eksekutorial, pelaksanaan eksekusi dan
lain sebagainya, sehingga peraturan perundang-undangan tersebut dirasa kurang
memberikan jaminan kepastian hukum dalam kegiatan perkreditan (Penjelasan Umum
UUHT).
Gadai atas tanah termasuk tanah pertanian
adalah bertentangan dengan hukum tanah nasional. Dalam pasal 10 UUPA dijelaskan
:
“Setiap
orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada
azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif,
dengan mencegah cara-cara pemerasan”
Dalam pasal 10 UUHT :
“Pemberian
hak tanggungan didahaului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai
jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian
tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian
lainnya yang menimbulkan uang tersebut”.
Timbulnya hak tanggungan hanyalah dimungkinkan
apabila sebelumnya telah dijanjikan di dalam perjanjian utang-piutang
(perjanjian kredit) yang menjadi dasar pemberian hutang (kredit) yang dijamin
dengan Hak Tanggungan itu bahwa akan diberikan Hak Tanggungan kepada kreditor.
Sedangkan pemberian Hak Tanggungan itu sendiri nantinya dilakukan dengan
pembuatan perjanjian tersendiri oleh PPAT yang disebut dengan Akta Pemberian
Hak Tanggungan (Pasal 10 ayat 2 UUHT, ketentuan yang sebelumnya tidak ada
didalam hypoteek.
Pasal 29
“Dengan
berlakunya Undang-undang ini, ketentuan mengenai Credietverband sebagaimana
tersebut dalam Staatsblad 1908-542 jo. Staatsblad 1909-586 dan Staatsblad
1909-584 sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937-190 jo. Staatsblad
1937-191 dan ketentuan mengenai Hypotheek sebagaimana tersebut dalam Buku II
Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai pembebanan Hak
Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah
dinyatakan tidak berlaku lagi”.
Implikasi hak atas tanah
sebagai objek jaminan gadai yang tidak daftar Akta Hak Tanggungan dalam
kaitannya dengan PERPPU No. 56 tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah
Pertanian adalah kreditur/pemegang gadai tidak dapat menikmati keistimewaan
dari ketentuan yang diberikan UUHT No. 1996 yaitu Droit de Preverence (Hak
Pemegang Hak Tanggungan untuk mengambil terlebih dahulu atas pelunasan
piutangnya dari hasil penjualan objek jaminan dari pada kreditur yang lain),
kemudahan dan kepastian dalam eksekusi objek jaminan berdasarkan title
eksekutorial di dalam sertipikat Hak Tanggungan dengan irah- irah “DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” sehingga eksekusi obyek Hak Tanggungan
tidak lagi memerlukan persetujuan pemberi Hak Tanggungan.
Dan
kreditur/pemegang gadai tidak mendapatkan kepastian hukum atas prestasi debitur/penggadai.
Karena dalam Pasal 7 ayat 1 PERPPU No.56 tahun 1960 tentang Penetapan Luas
Tanah Pertanian, hak gadai secara hukum berakhir jika hak gadai itu sudah
berlangsung 7 tahun atau lebih. Setelah daluarsa masa gadai tanah, maka tanah
harus dikembalikan kepada pemilik tanah tanpa uang tebusan dalam waktu sebulan
setelah tanaman yang ada dipanen.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar