Jumat, 01 Desember 2023

Pelekatan Cap Sidik Jari Sebagai Kewajiban Notaris Pasal 16 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang –undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.


.

oleh

I Wayan Tri Wira Wiharja, S.H., M.Kn

 

Setiap masyarakat membutuhkan seseorang yang keterangan-keterangannya dapat diandalkan, dapat dipercayai, yang tanda tangannya serta segelnya (capnya) memberi jaminan dan bukti kuat, seorang ahli yang tidak memihak dan penasihat yang tidak ada cacatnya (onkreukbaar atau unimpeachable), yang tutup mulut, dan membuat perjanjian yang dapat melindunginya pada hari-hari yang akan datang.

Seorang notaris berwenang membuat akta-akta yang mengandung berbagai macam rahasia, baik rahasia bagi para pihak dalam akta tersebut, maupun rahasia bagi pihak lain yang tidak disebut dalam akta. Dalam menjalannya profesinya seorang notaris wajib mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang selanjutnya disingkat UUJN terbaru yang telah diatur secara ketat, agar setiap tindakan yang dilakukan seorang notaris dalam menjalankan profesinya selalu berlandaskan atas hukum yang berlaku. Kewajiban menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, memiliki arti sesuatu yang harus dikerjakan (dilaksanakan).

Menurut Pasal 1 angka 1 UUJN Terbaru

“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Sedangkan melekatkan menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, memiliki arti menempelkan pada sesuatu. Selanjutnya menurut Pasal 1874 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), sidik jari memiliki arti dengan penandatanganan sepucuk tulisan di bawah tangan dipersamakan suatu cap jempol, dibubuhi dengan suatu pernyataan yang tertanggal dari seorang notaris atau pegawai lainnya yang ditunjuk oleh undang-undang dari mana ternyata bahwa ia mengenal si pembubuh cap jempol, atau bahwa orang ini telah diperkenalkan kepadanya, bahwa isinya akta telah dijelaskan kepada orang itu, dan bahwa setelah itu cap jempol dibubuhkan di hadapan pegawai tadi. Pegawai itu harus membukukan tulisan tersebut. Penghadap ialah subyek hukum yang datang menghadap notaris didasari adanya suatu keperluan dan keinginan sendiri. Dalam Pasal 1 angka 8 UUJN Terbaru dituangkan pengertian minuta akta adalah asli Akta yang mencantumkan tanda tangan para penghadap, saksi, dan notaris, yang disimpan sebagai bagian dari protokol notaris.

Perubahan terhadap UUJN khususnya perubahan di dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c menimbulkan kewajiban bagi para notaris dalam membuat minuta akta notaris, sebagaimana yang berbunyi : “Dalam menjalankan jabatannya, notaris wajib melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada minuta akta”. Berdasarkan ketentuan dalam pasal di atas menyebutkan bahwa dengan diubahnya Pasal 16 ayat (1) huruf c dalam UUJN, maka pembuat Undang-Undang memberikan kewajiban tambahan kepada para notaris untuk melekatkan sidik jari penghadap pada setiap minuta akta notaris yang dibuat olehnya. Maksud dari melekatkan sidik jari penghadap pada minuta akta adalah : minuta akta merupakan asli akta notaris yang terdiri dari 2 (dua) jenis yaitu akta yang dibuat di hadapan notaris (akta partij) dan akta yang dibuat oleh notaris (akta pejabat/akta relaas). Sidik jari tidak berlaku bagi surrogat tanda tangan (pengganti tanda tangan) bagi akta partij dan tidak mempunyai fungsi apapun dalam akta pejabat, sebagaimana dirumuskan dalam pasal 44 dan 46 UUJN.

Untuk penghadap difable (penyandang cacat) pertama dijelaskan dalam akhir akta mengenai kondisi dari Penghadap tersebut. Dalam hal ini harus dijelaskan secara jelas dan tegas pada akhir akta. Terlebih dalam Pasal 16 Ayat (1) huruf c UUJN-P tidak memiliki alternatif untuk pengganti sidik jari ketika Penghadap adalah seorang difable. Oleh karena itu Notaris diwajibkan untuk mengkonstatir keadaan.

 Dengan demikian, fungsi dilekatkan sidik jari dalam minuta akta notaris yang dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c bukan suatu tindakan hukum dalam menentukan keabsahan atau otentisitas dari akta tersebut melainkan hanya berfungsi untuk menjamin kebenaran identitas penghadap. Pelaksanaan penggunaan sidik jari Penghadap pada Minuta Akta Pasal 16 ayat (1) huruf c UUJN-P dinilai efektif karena tidak hanya melindungi kepentingan penghadap tapi juga sebagai bentuk dari prinsip kehati-hatian Notaris. Sesuai dengan hasil wawancara dari kedua narasumber sidik jari tersebut telah disepakati bila dibubuhkan atau dilekatkan pada lembar tersendiri yang disebut “LEMBAR SPESIFIKASI JEMPOL KIRI DAN KANAN”. Kemudian untuk penghadap difable pada akhir Akta ditulis sebab-sebab mengapa penghadap tersebut tidak mampu membubuhkan sidik jarinya. Kemudian pada lembar tersendiri tersebut dibubuhkan salah satu apabila memiliki cacat fisik salah satu bagian saja (tangan kanan atau tangan kiri), namun apabila memiliki cacat fisik pada kedua tangannya maka penulis berpendapat dapat digantikan dengan sidik jari kakinya karena pada Pasal 16 Ayat (1) huruf c UUJN-P tidak menyebutkan sidik jari mana yang wajib dibubuhkan namun hanya disebutkan “…dilekatkannya sidik jari”. Kemudian apabila penghadap seorang anak dibawah umur maka semua perbuatan hukum yang akan dilakukan di Kantor Notaris tersebut wajib diwakilkan oleh orang tua atau wali sesuai Pasal 47 dan 48 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Terkait bukti kehadiran Penghadap di hadapan Notaris, sidik jari juga dipandang perlu, dengan adanya lembar Spesifikasi Jempol Kiri dan Kanan penghadap yang dilekatkan di Minuta Akta, apabila terjadi pengingkaran salah satu pihak, maka bisa dijadikan alat bukti tambahan sekalipun akta otentik yang bersangkutan sudah merupakan alat bukti otentik.

Melekatkan sidik jari pada minuta akta berarti membubuhkan sidik jari pada suatu lembar kertas terpisah yang dilekatkan pada minuta akta, yang merupakan suatu kewajiban hukum yang tidak menentukan keabsahan atau otentisitas suatu akta dan hanya berfungsi untuk menjamin kebenaran identitas penghadap. Sehingga terhadap pelanggarnya hanya dikenakan sanksi disiplinair yang tercantum di dalam Pasal 16 ayat (11) UUJN: Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf l dapat dikenai sanksi berupa:

a.    peringatan tertulis ;

b.    pemberhentian sementara ;

c.    pemberhentian dengan hormat; atau

d.   pemberhentian dengan tidak hormat.

Seorang notaris dapat dibebaskan dari sanksi disiplinair dalam Pasal 16 ayat (11) UUJN, apabila dalam hal penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan dan sidik jari pada minuta akta notaris, wajib menyebutkan alasannya secara tegas pada akhir minuta akta, sebagaimana dirumuskan di dalam Pasal 44 ayat (1) dan (2) UUJN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hutang-Piutang Dengan Jaminan Hak Atas Tanah Akan Menjadi Batal Demi Hukum, Bilamana Tidak Diikuti Dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan.

    Oleh  I Wayan Tri Wira Wiharja, S.H., M.Kn Dalam hubungan sosial dimasyarakat, Manusia memiliki hak-hak dasar yang melekat secara alam...