Oleh
I WAYAN TRI WIRA WIHARJA, SH., M.Kn
Perjanjian jual beli diatur dalam pasal 1457 sampai dengan pasal 1540 kuhpedata. Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain untuk membayar harga yang dijanjikan (pasal 1457 KUHPerdata). Esensi dari definisi ini adalah penyerahan benda dan membayar harga.
Unsur-unsur yang terkandung didalam jual beli adalah:
1. adanya subjek hukum, yaitu pejual dan pembeli;
2. adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang barang dan harga;
3. adanya hak dan kewajiban yan timbul antara pihak penjual dan pembeli;
Pada dasarnya terjadinya jual beli adalah pada saat terjadinya kesesuaian kehendak dan pernyataan antara mereka tentang harga dan barang, meski barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar lunas (pasal 1458 KUHPerdata). Walaupun telah terjadinya persesuaian kehendak dan pernyataan,namun belum tentu barang itu menjadi pemilik pembeli, karena harus diikuti proses penyerahan (Levering) benda. Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar, sebagai mana disebut kan dalam pasal 1457 KUHPerdata
Dalam jual beli proses pembayaran dapat dilakukan dengan 2 hal, yakni pembayaran lunas dan pembayaran bertahap (angsuran). Penjualan lunas dilakukan bilamana para pihak telah siap dengan barang dan harga yang terkait dengan pelunasan. Penjualan bertahap bilamana antara penjual dan pembeli masih terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi, misalnya penjual harus memecah tanahnya atau pembeli masih memerlukan dana tambahan. Agar kedua belah pihak memiliki keterikatan hukum, maka dipandang perlu untuk membuat akta perjanjian dan perikatan jual beli. akta mempunyai 2 fungsi yaitu sebagai yuridis dan ekonomis. Fungsi yuridis yaitu perbuatan yang dilakukan oleh kedua belah pihak mempunyai kepastian hukum. Fungsi ekonomis yaitu apa yang diperjanjikan menjadi jelas, begitu pula dengan keadaan barang yang dijual dijamin kondisi dan segala sesuatunya menurut undang-undang. Apabila para pihak membuat perjanjian jual beli dengan cara pembayaran bertahap, maka hendaknya memperhatikan pasal 1464 KUHPerdata :
“Jika pembelian dilakukan dengan memberi uang panjar, maka salah satu pihak tak dapat membatalkan pembelian itu dengan menyuruh memiliki atau mengembalikan uang panjarnya.
Hal ini dimaksudkan agar penjual dan pembeli mematuhi esensi dari jual beli. Hal mana penjual dan pembeli tidak boleh membatalkan jual beli baik dengan memiliki barang tersebut atau mengembalikan uang panjarnya. Dalam perjanjian pembayaran bertahap, uang muka atau panjar yang telah diserahkan akan hangus apabila pembeli tidak melanjutkan pembayaran dan perjanjian berakhir sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan oleh para pihak. Namun dalam praktek yang tumbuh dan berkembang didalam masyarakat, selalu mengedepan kan asas kebebasan berkontrak :
“Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan
undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua
belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.
Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Sifat Kitab undang
undang hukum perdata menganut sistem terbuka (open system), artinya bahwa para pihak bebas mengadakan kontrak dengan siapapun,
menentkan syarat-syaratnya, pelaksanaannya, maupun bentuk kontraknya baik
secara tertulis maupun secara lisan.
Hak penjual adalah menerima harga barang yang telah dijual dari pembeli, sedangkan kewajiban dari penjual adalah menyerahkan barang, membayar pajak-pajak yang timbul akibat jual beli, menjamin bahwa barang yang diperjualbelikan tidak tersangkut dalam suatu beban hutang, dalam sitaan, maupun sengketa. Hak pembeli adalah menerima barang, kewajiban pembeli adalah membayar harga barang yang telah diperjual belikan, membayar pajak yang timbul akibat jual beli tersebut.
Subjek hukum dalam jual
beli khususnya tanah, haruslah merupakan Warga Negara Indonesia, hal ini
mengacu pada pasal 26 ayat 2 Undang-undang pokok agraria, yaitu:
Setiap jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga-negara yang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing atau kepada suatu badan hukum kecuali yang ditetapkan oleh Pemerintah termaksud dalam pasal 21 ayat (2), adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung serta semua pembayaran yang telah diterima oleh pemilik tidak dapat dituntut kembali.
Jual beli yang dilarang adalah antara suami-istri, pertimbangannya adalah karena sejak perkawinan, maka sejak saat itulah terjadi percampuran harta yang menjadi harta bersama, kecuali ada perjanjian kawin. Oleh sebabnya dalam jual beli diperlukan memerhatikan subjek dan objek jual beli.
