DALAM KUHPERDATA
Pasal 1792 KUHPerdata, memberikan batasan, sebagai berikut:
"Pemberian Kuasa adalah suatu perjanjian, dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya, menyelesaikan suatu pekerjaan."
Dari definisi ini dapat diketahui bahwa perjanjian pemberi kuasa adalah merupakan perjanjian sepihak. menurut pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu lain atau lebih. kemudian dalam 1338 ayat 1 KUHPerdata, memberikan kebebasan kepada para pihak untuk antara lain menentukan isi perjanjian dan memilih dengan siapa ia akan membuat suatu perjanjian.
Dalam pemberian kuasa selalu digunakan kalimat " Untuk dan atas nama", yang berarti bahwa yang diberi kuasa bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa, sehingga segala sebab dan akibat dari perjanjian ini menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari pemberi kuasa dalam batas batas kuasa yang diberikan sebagaimana tercantum dalam 1807 KUHPerdata. Namun demikian, tidak semua hal dapat dikuasakan kepada orang lain (Pihak Ke III, ada perbuatan yang tidak dapat diwakilkan sebagai contoh dalam perbuatan testamen Pasal 932 KUHPerdata, melangsungkan perkawinan, kecuali ada alasan penting sebagaimana diatur dalam Pasal 79 KHUPedata, mengakui dan m,engangkat anak (adopsi).
Jenis surat kuasa sebagaimana dalam 1795 KUHperdata dikenal ada 2 (dua) jenis surat, yaitu:
1. Surat Kuasa Umum
Suatu pemberian kuasa yang diberika secara umum adalah meliputi perbuatau-perbuatan pengurusan yang mencakup segala kepentingan pemberi kuasa, kecuali perbuatan yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik (pasal 1796 KUHPerdata). Misalnya melakukan tindakan pengurusan, penghunian atau pemeliharaan seperti melakukan pemecahan bidang tanah, membuat izin mendirikan bangunan, dan menerima kwitansi atau uang atas pembayaran.
2. Surat Kuasa Khusus
Surat kuasa ini hanya mengenai suatu kepentingan tertentu atau lebih, oleh karena itu diperlukan suatu pemberian kuasa yang menyebutkan dengan tegas perbuatan mana yang dapat dilakukan oleh penerima kuasa, misalnya untuk mengalihkan hak atas barang begerak, membebankan hak tanggungan.
Dalam praktik sehari-hari, dikenal satu jenis surat kuasa lain, melalui akta-akta notaris atau dibawah tangan. surat kuasa ini memuat klausul "tidak dapat dicabut kembali" atau lebih dikenal dengan surat kuasa mutlak. surat kuasa ini dilarang penggunaannya berdasarkan Instruksi Mendagri tanggal 6 Maret 1982 Nomor 14/1982, yang kemudian telah diperkuat oleh jurisprudensi mahkamah agung tanggal 14 April 1988, Nomor 2584 K/Pdt/1986. Surat kuasa mutlak mengenai jual beli tanah tidak dapat dibenarkan, karena dalam praktek sering disalahgunakan untuk menyelundupkan jual-beli tanah tidak dapat dibenarkan, karena dalam praktek sering disalahgunakan untuk menyelundupkan jual beli tanah.
Dalam pasal 1739 KUHPerdata, menentukan bahwa suatu surat kuasa, dapat dibuat dengan :
- Akta auntentik;
- Akta di bawah tangan
- Surat Biasa ;
- Secara Lisan;
- Secara Diam-diam;
Dalam hal tertentu, pihak-pihak dalam perjanjian pemberian kuasa, terikat pada syarat formil, seperti:
Surat Kuasa yang harus dibuat secara autentik.
- Kuasa menjual (bidang tanah)
- Kuasa Hibah
- Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
- Kuasa Mengambil tabungan, sertipikat yang menjadi agunan pada bank.
KUASA SUBSTITUSI
Surat kuasa dapat dilimpahkan (Substitusi) oleh penerima kuasa kepada orang lain (Pihak ketiga). Pada umumnya surat kuasa selalu diberikan dengan klausul, "Surat kuasa ini diberi hak substitusi", Jika si penerima kuasa tidak diberi wewenang untuk itu , tapi kemudian ia melimpahkannya kepada orang lain, maka pelimpahan itu tidak sah. kecuali untuk mengurus barang-barang yang berada di luar wilayah Indonesia atau diluar pulau tempat tinggal pemberi kuasa sebagaimana tercantum dalam 1803 ayat 2 KUHPerdata.
HAK RETENSI
Hak Retensi adalah hak untuk menahan suatu benda sampa dengan suatu piutang yang bertalian dengan dengan benda itu dilunasi pembayarannya. KUHPerdata mengatur tentang hak retensi secara tersebar.
Kaitannya dengan perjanjian pemberian, kuasa hak retensi diatur dalam Pasal 1812 KUHPerdata menyebutkan :
"Penerima kuasa berhak untuk menahan kepunyaan pemberi kuasa yang berada di tangannya hingga kepadanya dibayar lunas segala sesuatu yang dapat dituntutnya akibat pemberian kuasa".
HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK.
- Hak dan Kewajiban Pemberi Kuasa : Hak hak pemberi kuasa diatur dalam 1799, 1800, 1801,1802,1803 dan pasal 1805 KUHPerdata. Kewajiban pemberi kuasa ditaur dalam Pasal 1807,1808. 1809, 1810, 1811 dan pasal 1812 KUHPerdata.
- Hak danKewajiban Penerima Kuasa diatur dalam 1807, 1808, 1810, 1811 dan pasal 1812 KUHPerdata. Kewajiban Penerima Kuasa diatur dalam 1800, 1801,1802,1803, 1804, 1806 KUHPerdata.
BERAKHIRNYA KUASA
Berakhirnya kuasa diatur dalam Pasal 1813 KUHPerdata, sebagai berikut :
- Atas kehendak pemberi kuasa;
- Atas permintaan penerima kuasa;
- Persoalan yang dikuasakan telah dapat tercapai atau diselesaikan;
- Salah satu pihak meninggal dunai;
- Salah satu pihak berada dibawah pengampuan (Curatele);
- Salah satu pihak dalam keadaan pailit;
- Karena perkawinan perempuan yang memberi atau yang menerima kuasa.
Selanjutnya menurut pasal 1814 KUHperdata, si pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya bila hal itu dikehendakinya dan dapat memaksa pemegang hak untuk mengembalikan kuasa itu bila ada alasan untuk itu.
Bilamana si pemegang kuasa tidak mau menyerahkan kembali kuasa secara sukarela, ia dapat dipaksa berbuat demikian melalui pengadilan. Pencabutan kuasa atas kehendak pemberi kuasa, tidak mengikat pihak ke tiga, selama hal itu belum diberitahukan kepadanya (Pasal 1815 KUHPerdata).
